MEMBERI NAFKAH KEPADA ORANG YANG SEPENUHNYA MENUNTUT ILMU SYARI”AT (AGAMA)
Termasuk kunci-kunci rizki adalah memberi nafkah ke-pada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu syari”at (agama). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik bahwasanya ia berkata:
“Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah . Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi maka beliau bersabda: Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia.”
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia menje-laskan kepada orang yang mengadu kepadanya karena kesi-bukan saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja), bahwa ia tidak semestinya mengungkit-ungkit nafkahnya ke-pada saudaranya, dengan anggapan bahwa rizki itu datang karena dia bekerja.
Padahal ia tidak tahu bahwasanya Allah membukakan pintu rizki untuknya karena sebab nafkah yang ia berikan kepada suadaranya yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.
Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan sabda Nabi :
“Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia,”
yang menggunakan shighat majhul (ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, “Yakni, aku berharap atau aku ta-kutkan bahwa engkau sebenarnya diberi rizki karena berkah-nya. Dan bukan berarti di diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaan-mu kepadanya.”
Al-Alamah Ath-Thaibi berkata:
“Makna ” ” (mudah-mudahan) dalam sabda beliau ” ” (mudah-mudahan engkau), bisa kembali kepada Rasulullah , sehingga ber-fungsi untuk memberikan kepastian (bahwa dia mendapat-kan rizki karena berkah saudaranya) dan menegur (bahwa dia mendapatkan rizki bukan karena pekerjaannya). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits:
“Bukanlah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah di antara kalian?”
Tetapi bisa pula kembali kepada orang yang diajaknya bicara untuk mengajakanya berfikir dan merenungkan, sehingga ia menjadi sadar.”
Demikianlah, dan sebagian ulama telah menyebutkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu agama secara sepenuhnya adalah termasuk kelompok orang yang dising-gung dalam firman Allah:
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (beru-saha) di muka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari me-minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 273).
Imam Al-Ghazali berkata:
“Ia harus mencari orang yang tepat untuk mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu merupakan bantuan baginya untuk (mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah yang paling mulia, jika niatnya benar. Ibnu Al-Mubarak senantiasa mengkhususkan kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli ilmu. Ketika dikatakan kepada beliau, “Mengapa tidak eng-kau berikan pada orang secara umum?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu kedudukan setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para ulama. Jika hati para ulama itu sibuk mencari kebutuhan (hidupnya), niscaya ia tidak bisa memberi perhatian sepe-nuhnya kepada ilmu, serta tidak akan bisa belajar (dengan baik). Karena itu, membuat mereka bisa mempelajari ilmu secara sepenuhnya adalah lebih utama.”